2 April tanggal merah! Jadi, mudiklah saya dari tempat saya indekost dan kampus saya di Bandung ke rumah ortu ortu tercinta di Tangerang. Tujuannya banyak, diantaranya ke dokter gigi untuk motong kawat behel yang kepanjangan dan selama dua minggu ini menusuk dinding pipi dalam saya.
Awalnya saya mau pulang hari kamis sore selepas kuliah kimia dasar yang berakhir pukul 16.00 WIB, tapi ternyata saya wajib ikut kumpul calon asisten comlabs. Yaa...apa boleh buat, kepulangan pun saya tunda. Saya yang sudah membawa tas ransel penuh untuk pulang sejak siang dan sudah pamit ke orang2 di kost untuk pulang, harus balik lagi ke kost setelah kumpul calon asisten comlabs alias ga jadi pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB ketika acara kumpul itu usai.
Esok paginya, saya bangun awal untuk berangkat ke Tangerang awal, tapi saya ingat ada amanah yang belum saya selesaikan di dunia maya. Sambil nungguin attachment selesai di e-mail, saya chat dengan beberapa teman dan... keterusan. hehe.. saya lirik jam, ternyata sudah pukul 06.55!
Wah,, gawat! bus DAMRI jurusan Dago-Leuwi Panjang paling pagi kalau ga salah menghafal jadwal berangkat dari dipati ukur jam 7. kalau gak kebagian yang jam 7 itu, berarti harus nunggu setengah jam lagi, sedangkan saya baru aja waktu chat tadi janjian sama seorang senior yang baru balik backpacker mau jemput di bandara SOETTA jam 10.40. Kalau mau datang tepat waktu, saya harus naik DAMRI yang.... jam 7! Waw..segera saya berpamitan pada teman2 chat dan meluncur ke depan kampus Unpad Dipati Ukur (DU) untuk naik DAMRI. Di angkot, kira-kira 50 meter sebelum pangkalan bus DAMRI, saya melihat ada bus DAMRI berjalan ke arah Dago, tapi gak sempet liat jurusan DAMRI itu. Ahh..tenang, siapa tau itu tadi yang ke Jatinangor. Tapi.... ketika sampai di pangkalan DAMRI, saya baru menyadari kalau bus yang tadi saya lewati adalah bus yang ingin saya tumpangi, karena bus DAMRI jurusan Dago-Leuwipanjang yang ada di pangkalan semuanya kosong melompong, pong, pong!
Saya memutar otak (halah, pake majas) bagaimana caranya dapat DAMRI secepatnya supaya sampai terminal . Kalu naik angkot dari tempat berhenti ini, gak ada yang ke jalur DAMRI untuk mengejar bus tadi. Yang terlintas saat itu adalah menggunakan kemampuan jalan cepat saya untuk mengejar DAMRI. Dari DU saya jalan kaki ke arah simpang melalui jalan pintas dengan harapan bisa bertemu DAMRI tadi disana. Jalan besar yang akan dilalui DAMRI tersayang terlihat dari jalan yang sedang saya tapaki ini, dan DAMRI belum juga terlihat melintas. Aman, pikir saya kala itu. 15 meter lagi saya sampai di jalan besar yang akan dilintasi DAMRI, si bus odong-odong itu melintas,, heuu...saya pias. Udah jalan capek-capek, ga dapet juga DAMRI nya :-(
akhirnya, saya memutuskan untuk naik angkot sampai ke pasar baru dan akan naik DAMRI disana, karena siapa tau kalau beruntung saya masih bisa naik DAMRI yang ledeng-leuwi panjang, syukur yang AC. Meluncur lah saya ke pasar baru yang masih sepi pagi itu, turun di perempatan dan mulai berjalan kaki (lagi) menyusuri pertokoan pasar baru.
Satu langkah, dua langkah... tak ada DAMRI. Yah, nasib! Tiga, empat, lima langkah... masih belum ada DAMRI juga. Setelah beberapa belas langkah, tepat di pemberhentian bus DAMRI untuk pasar baru,,,, "tin..tin.." aha, klakson ini.. sangat dikenal oleh penangkap frekuensi telinga saya, "DAMRI!" Saya tolehkan kepala kebelakang dan terlihatlah Bus Tua "odong-odong" itu datang, DAMRI Leuwi Panjang-Ledeng, AC. Wuidih...
Tuhan memang akan memberikan sesuai dengan apa yang kita usahakan! Saya berusaha dapat naik DAMRI pagi ini, maka saya dapat. Kalau dapat AC, itu mungkin bonus dari Allah karena usaha lebih saya pagi ini dibandingkan orang2 yang tinggal naik di pangkalan DAMRI DU (analisis saya pribadi aja).
Karena Allah memang selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya dan hanya mengubah nasib kaum hamba-Nya yang berusaha untuk berubah, kan?! Ahaha, maaf lah kalau terkesan terlalu mendramatisir, tapi itu yang kepikiran oleh saya pertama kali ketika duduk di bus damri AC ini :D