Friday, January 8, 2016

Kesan Setelah Menonton Film Taare Zameen Par / Stars on Earth

0

Baiklah.. tanpa berpanjang-panjang di pembukaan, saya tau film ini dari FB Komunitas Ayah Edy.
untuk yang mau baca sinopsis filmnya ala saya silakan lanjutkan membaca ini berurutan. Untuk yang udah tau filmnya dan mau baca apa yang saya dapat setelah melihat film ini, bisa langsung klik link ini.

Tentang Filmnya..
Film Taare Zameen Par dirilis pada tahun 2007 di bioskop-bioskop India, dan DVD-nya dirilis pada 2008 di India, dan edisi DVD internasionalnya didistribusikan oleh Walt Disney pada 2009 lalu saya baru nonton di 2015, telat banget dong. Film ini disutradarai dan diproduseri oleh aktor-seleb Aamir Khan yang konon digandrungi para wanita (halah). Film bergenre family drama ini bercerita tentang model pendidikan anak sesuai kebutuhannya, karena Every Child is Special - Setiap anak itu istimewa.

Di film ini, tokoh utamanya adalah seorang anak laki-laki bernama Ishaan yang selalu mendapat nilai kecil di kelasnya. Ishaan duduk di kelas III sebuah sekolah berdisiplin tinggi dan ini adalah tahun keduanya di kelas tersebut (gak naik kelas). Ishaan tidak bisa membaca dan menulis, sulit mengikuti perintah, tidak pandai berhitung, sulit konsentrasi di kelas, dan rajin berimajinasi. Nilai-nilainya yang jelek, label dari orang-orang sekitar yang mengatakan dia bodoh, idiot, pemalas, dan sebagainya membuat ia malas sekolah, membolos, dan frustasi dalam belajar. Terlebih, kakak Ishaan adalah siswa pintar yang nilainya nyaris perfect. Ishaan hanya bagus dalam hal melukis dan bermain puzzle. Tapi Ishaan masih beruntung punya keluarga yang menyayanginya, terutama ibu dan kakaknya.

Suatu hari, Ishaan ketahuan membolos sekolah oleh orangtuanya dan berujung pada keputusan ayahnya untuk memasukkan ke sekolah berasrama dengan harapan Ishaan bisa menjadi anak yang disiplin dan tekun belajar. Namun, di sekolah berasrama yang disiplinnya lebih ketat dari sekolah sebelumnya ini, Ishaan tetap mendapat nilai jelek, tetap dilabeli bodoh dan pemalas, merasa dibuang oleh orangtua, dan kesemuanya itu membuat Ishaan frustasi sampai-sampai gak suka melukis.

Sebelum semuanya menjadi parah... sang jagoan datang. Jagoan di film ini berwujud guru seni bernama Mr, Nikumbh yang menyadari dasar masalah Ishaan. Mr. Nikumbh menyadari bahwa Ishaan bukan pemalas hingga tidak bisa membaca, tapi dia mengalami Dyslexia yang menyebabkan penderitanya sulit membaca dan menulis.  Untuk menyadarkan Ishaan dan teman-temannya, Mr, Nikumbh bercerita di kelas bahwa ada banyak sekali orang-orang yang dikenal sukses dan cerdas padahal orang tersebut mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis sewaktu kecilnya. Berbekal pengalamannya pribadi sebagai penderita dyslexia dan pengalaman mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, Mr. Nikumbh melatih Ishaan dengan metode yang sesuai dan bisa dipahami oleh Ishaan hingga akhirnya Ishaan bisa membaca, menulis huruf-huruf tanpa tertukar, berhitung, mengikat tali sepatu, dan hal-hal lainnya.

Untuk membuka mata dan menyatukan pihak-pihak sekolah, Mr. Nikumbh membuat lomba melukis untuk semua civitas sekolah. Di awal perlombaan, Ishaan menghilang dari kamar asramanya dan baru datang di tengah perlombaan berlangsung. Ishaan kemudian melukis dengan kemampuannya yang luar biasa, hingga akhirnya terpilih sebagai juara 1 mengalahkan lukisan guru-guru dan teman-temannya. Lukisan Ishaan tersebut kemudian dipakai sebagai cover buku tahunan sekolah. Event itu -di film ga diceritain sih- mengubah pola pendidikan sekolah dari yang berorientasi nilai menjadi berorientasi proses. Saat bagi rapor, guru Ishaan menunjukkan hasil karya Ishaan dan memuji progress Ishaan yang sangat baik. Disitu, orangtua Ishaan menyadari bahwa anak mereka tidak bodoh, tidak idiot, dan tidak pemalas seperti apa yang orang-orang pikir selama ini. Lalu ceritanya selesai.

Nonton film ini, bikin saya mengingat masa SD dengan sedih. Waktu saya SD dulu, beberapa teman saya mengalami kesulitan belajar berupa susah konsentrasi di kelas, gak bisa baca, gak bisa nulis, sulit berhitung hingga beberapa diantaranya harus beberapa kali gak naik kelas. Yang lebih bikin sedihnya, mindset banyak orang saat itu adalah.. orang yang gak pinter matematika, udah SD belum bisa nulis dan baca, nakal di kelas (karena gabisa konsentrasi di kelas) itu di cap bodoh dan pemalas. Saat saya kecil dulu, ilmu parenting dan psikologi pendidikan belum berkembang seperti sekarang. Dulu belum ada ajaran untuk tidak melabeli anak-anak dengan sifat negatif. Dulu jarang banget orang paham tentang mendidik anak dominan otak kiri atau otak kanan. Dulu penyebaran informasi terbatas dan seminar parenting serta kawan-kawannya bisa dihitung jari. Dan saya... saya saat ini hanya bisa bersyukur karena Allah memudahkan masa kecil saya dengan kemampuan membaca, menulis, dan matematika yang baik. Meski waktu awal-awal masuk TK dan SD saya melihat semua bulatan pada huruf-huruf seperti huruf b, o, dan d itu perlu diwarnai, sehingga semua buku latihan menulis saya warna-warni :D

Menonton film ini juga semakin menguatkan apa yang selama ini saya yakini, bahwa tidak ada orang bodoh.. Yang ada hanyalah perbedaan bidang kemampuan, kesesuaian cara belajar, dan ketekunan. Karena si A yang tak pandai berhitung mungkin berbakat menonjol dalam olahraga. Si B yang di cap tak berbakat olahraga seperti ayahnya yang atlet, mungkin bakat istimewanya adalah menulis. Yup, setiap anak itu istimewa, every child is special, sehingga kita tidak bisa menggeneralisasi kemampuan mereka, even if they have the same biological parent and grow for 9 months in the same womb! Poin-poin nilai pengasuhan mungkin akan sama untuk setiap anak, tapi metodenya lah yang akhirnya berbeda.

Terakhir, bumi ini diciptakan dengan keanekaragaman. Tanaman ada pohon tinggi berkayu, ada semak belukar, hingga akhirnya rerumputan. Hewan diciptakan berbeda dari pemakan daging, pemakan tumbuhan, hingga pemakan apasaja. Begitupun manusia, Allah ciptakan dengan garis takdir yang beragam, dengan tugas beragam, dan "masa bakti"yang beragam. Kalau semua manusia jadi tentara, lalu siapa yang akan jadi dokternya? Kalau semua orang jadi pemeran layar kaca,lalu siapa yang akan jadi penontonnya? Iya toh?

Karena yang penting adalah menjadi manusia bermanfaat.

Salam hangat,
Dinni