Friday, July 24, 2015

Apakah kita diperintahkan menyembunyikan khithbah / lamaran?

5

"Sembunyikanlah Pinangan, Umumkanlah Pernikahan"

Sejak usia menjelang kepala dua, saat kawan-kawan sebaya satu persatu mulai menikah.. saya mendapati sebuah ‘fenomena’ diantara orang-orang yang sedang menuju pernikahan J. Fenomena yang saya maksud ini berkaitan dengan peminangan a.k.a lamaran alias khithbah atau apapun itu istilahnya, yaitu “merahasiakan pinangan”.

Mengenai merahasiakan pinangan ini, pertama kali saya temui dalam sebuah tausiyah kemuslimahan di kampus, yang saat itu disebutkan bahwa ada hadits yang berbunyi “Sembunyikanlah pinangan dan umumkanlah pernikahan”. Kalimat tersebut akhirnya berulang kali saya temui dari tautan (link) artikel yang dibagi oleh teman, artikel koran dan majalah, tulisan blog teman, twit seorang ustadz dengan banyak follower, dan tentunya dari orang-orang sekitar saya.

Seringnya menemui kalimat tersebut, serta seringnya menemui berbagai kejadian yang berhubungan dengan kerahasiaan pinangan membuat saya mencari tau mengenai kalimat yang disebut sebagai hadits tersebut. Harap maklum, untuk urusan hadits di zaman yang arus informasinya sangat cepat ini, begitu mudahnya hadits-hadits palsu bertebaran, sehingga saya terkadang –kalau lagi rajin aja- memilih untuk menulisnya terlebih dahulu lalu mencari tau –walau sekedar gugling- mengenai kalimat yang disebut sebagai hadits tersebut. Karena ternyata begitu banyak kisah yang sejak kecil kita sangka benar mengenai rasulullah serta para sahabat radhiyallahu ‘anhum ternyata dusta alias haditsnya palsu. Atau misalnya kita sebar berita yang ternyata haditsnya palsu, kan secara gak langsung kita ikutan berdusta atas nama rasulullah L duh serem.

Begitupula dengan hadits “sembunyikanlah pinangan dan umumkanlah pernikahan” ini, saya sempatkan mencarinya di buku fiqh yang ada bab nikah serta googling di beberapa web yang membahas hadits maupun pernikahan sejak beberapa waktu lalu tapi baru kali ini saya sempatkan untuk menulisnya di blog *berlagak sibuk, dilempar sandal oleh pemirsa* :p

Berikut ini laporannya...

1. Pertama-tama, saya mencarinya di bulughul marom (edisi terjemah, penerbit al ma’arif, 1986). Pada bab nikah, saya tidak menemui hadits yang mengatakan “rahasiakanlah pinangan” atau semacamnya, tapi saya menemukan hadits yang memerintahkan “umumkanlah pernikahan”. Bunyinya:
“Dari Amir bin Abdulllah bin Zubair dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya rasulullah bersabda: “Beritakanlah perkawinan itu oleh kalian”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan disahkan oleh al-Hakim.”
2.  Dalam Shahih Fiqih Wanita (Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Akbar Media, 2009). Pada bab nikah, saya menemukan hadits yang menyuruh untuk mengumumkan pernikahan, tapi tidak menemukan hadits yang menyuruh merahasiakan pinangan.
“Umumkanlah pernikahan” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ahmad 15697 dari hadits Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu, dst *panjangnya catatan kaki keterangan hadits ini sehingga tidak saya tulis semua, maaf)
3.  Sulitnya mencari matan/kalimat hadits ini dalam bahasa Indonesia secara lengkap yang menyertakan hadits ini diriwayatkan oleh siapa, nomor berapa, dan statusnya bagaimana. Kalau kita googling, kita akan banyak menemukan tulisan-tulisan blog, kumpulan twit mengenai pernikahan, dll yang menyertakan kalimat “rahasiakanlah pinangan dan umumkanlah pernikahan” tapi semua tulisan itu tidak menyertakan sumbernya.
Ada beberapa tulisan yang menulis hadits tersebut adalah riwayat Ibnu Hibban nomor 1285, maka saya mencari hadits riwayat Ibnu Hibban nomor tersebut. Dan yang saya temui, hadits riwayat Ibnu Hibban 1285 berbunyi “umumkanlah pernikahan” dengan derajat hasan, kalimat hadits tersebut tidak mengandung “sembunyikanlah pinangan”

4. Saya mencoba mencarinya dalam bahasa inggris dengan kata kunci “hadith to hide engagement”, dan saya menemui link ini dan ini juga

5. Selanjutnya, saya coba mencari dalam kata kunci bahasa arab copas judul di link islamhouse sebelumnya, dan menemukan ini pada web ahlalhdeeth.
Isi dari link ini pada bagian awal membahas mengenai derajat hadits yang kalimatnya serupa tapi tak sama dengan yang saya cari, yaitu “Jelaskan/tunjukkanlah pernikahan, dan sembunyikanlah khithbah” namun pada bagian tengah hingga akhir tulisan link ahlalhdeeth ini sama seperti link pada nomor 4

Dari temuan-temuan tersebut, maka kesimpulan yang saya temukan dari hasil penelusuran adalah:

  1. hadits yang menyertakan “rahasiakanlah pernikahan” adalah hadits yang dinyatakan berderajat lemah (dho’if) sebagaimana dinyatakan oleh syaikh al-Albani (merujuk pada pernyataan di web ahlalhdeeth dan islamqa), sedangkan perintah “umumkanlah pernikahan” merupakan perintah yang berasal dari hadits yang berderajat Hasan
  2. mengumumkan acara peminangan adalah hal yang dibolehkan, karena dasar hukum untuk mu’amalah adalah semuanya boleh hingga ada dalil yang melarang, dan dalam hal pinangan ini tidak diketahui dalil syar’i yang melarang. Yang harus diperhatikan adalah, mengumumkan pinangan ini tetap harus mengikuti ketentuan agama sebagaimana walimah pernikahan (misal tidak campur baur yang bukan mahram, dll). Dengan mengumumkan peminangan juga bisa mengurangi probabilitas tingkat sakit hati orang yang berharap tapi gak kesampaian meminang/dipinang, yaa semacam ada persiapan atau gak ngarep gitu deh :D
  3. Menyembunyikan pinangan juga dibolehkan (karena tidak ada larangan) jika dikhawatirkan bisa timbul hasad atau khawatir adanya sihir akibat penyakit hati karena peminangan (merujuk pada ahlalhdeeth). Tapi yang perlu diingat adalah, jangan menganggap bahwa menyembunyikan pinangan ini adalah perintah atau keharusan dari Rasulullah ﷺ. 
  4. Ada juga beberapa orang yang memilih merahasiakan pinangan supaya gak di cie-cie-in *halah bahasa apa ini* atau digoda oleh teman-teman, karena digodain, diledekin, dan di-cie-cie-in itu bisa mengganggu keterjagaan hati antara pasangan yang telah terikat pinangan padahal mereka belum halal.. nah kalau untuk alasan ini, kayanya boleh juga nih.. asal jangan sampe bohong waktu ditanya udah khitbah atau belum aja :D
  5. Dalam hal mengumumkan peminangan atau merahasiakannya, kalau mau ngasih tau orang *atau para fans* bahwa dirinya taken –supaya para fans bisa lebih legowo menerima kenyataan- tapi juga gak siap untuk di cie-cie-in, bisa juga diambil jalan tengah: menyatakan diri sudah engaged atau taken tapi merahasiakan namanya, Cara ini pernah dipraktekkan oleh teman saya satu bulan sebelum beliau menyebar undangan pernikahan.. alasan beliau yaa itu tadi: supaya yang lain berhenti ngarep :D. Maklum, teman saya ini selebriti.
Lalu setelah mengetahui bahwa perintah menyembunyikan pinangan itu haditsnya lemah dan tidak meyakini itu sebagai perintah rasulullah ﷺ ketika memilih untuk merahasiakan pinangan, ada lagi yang harus kita latih nih: menghindari berdusta. Dalam beberapa kesempatan, saya menjumpai sekelompok orang yang sangat menjaga kerahasiaan status telah terpinang/meminang ataukah belum dirinya ataupun orang yang dikenalnya, sehingga orang lain sulit mengetahui status atau availability *halah, bahasanya* dari orang yang ditarget untuk dijadikan pasangan apakah available ataukah taken.

Saya bahkan beberapa kali menjumpai si A yang menanyakan kepada si B apakah si C available ataukah taken, lalu si B menjawab tidak tahu kepada si A, padahal tak lama setelah itu si C menyebar undangan dan diketahui bahwa si B adalah mediator dari si C dan pasangan dari awal hingga pernikahan dan si B ini tahu bahwa si C sudah taken ketika si A bertanya status si C… alasannya: “bukankah kita harus menjaga kerahasiaan pinangan?”. Sampai disini, menurut hemat saya, maka si B bisa kita katakan telah berbohong, dimana dusta macam ini tetaplah terhitung dusta: hati-hati bro bray, bisi dosa. Juga kejadian-kejadian lain semisal ngobrol sama teman tiap hari yang mengaku jomblo minta dicariin eh besoknya nyebar undangan. Cerita-cerita ini didasari oleh satu hal: keyakinan terhadap hadits merahasiakan pinangan.

Semoga berkenan, ditulis dari hati untuk pembaca

Allahu ta’ala a’lam

Tangerang, 7 Syawal 1436 H / 23 Juli 2015

Monday, July 13, 2015

Tegarlah :)

1

Saat hari-hari terasa berat, aku hanya berpikir tentang dua kemungkinan: Allah menginginkanku berupaya lebih gigih atau Allah mengingatkanku bahwa aku salah memilih..

إن مع العسر يسرا

Duhai jiwa yang lemah, semoga dirimu terus mendekat pada-Nya Yang Maha Kuat

Saturday, July 11, 2015

Takoyaki

0

Ramadhan beberapa hari lagi insyaa Allah usai. Sedih harus berpisah dengan ramadhan tapi bahagia menyambut idul fitri. Huhuhu.. ambigu (-_-").

Menu eksperimen di dapur kali ini masih featuring adik saya, Dinda, yang masih libur dari sekolah berasramanya. Kali ini kami membuat salah satu jajanan dari negeri sakura, Jepang, yang berbahan utama gurita/octopus. Daripada jajan di luar beli takoyaki kaan.. lebih ekonomis kalau bikin sendiri #ngirit

Bi Erna kemarin malam menelepon saya untuk mengambil cumi di rumahnya yang beliau dapat dari kenalannya "ada banyak bangeeet.. dinni ambil yaa" begitu katanya di telepon. Saat saya ke rumahnya, ternyata memang benar ada seplastik besar cumi di freezer yang membuat mata saya berbinar-binar. Akhirnya saya membawa pulang seplastik besar, dan saat saya cairkan di rumah.. saya baru menyadari bahwa satu plastik yang awalnya saya kira berisi cumi itu ternyata bercampur dengan gurita. Banyakan guritanya malah daripada cuminya, Alhamdulillah. Jadilah adik saya bilang, dibuat takoyaki saja guritanya.

Berhubung adik saya alergi cumi, udang, dan gurita.. akhirnya kami membuat dua versi dari takoyaki ini. Versi pertama adalah takoyaki sesungguhnya yang menggunakan gurita, sedangkan versi kedua adalah "takoyaki bohongan", karena gimana bisa disebut takoyaki (kue gurita) kalau gapake gurita? hahaha. Versi kedua untuk adik saya gurita nya diganti dengan sosis.

Untuk resep, saya adaptasi dari mbak Irene (speertinya member NCC juga, hehehe.. salam kenal dan terimakasih share resepnya ya mbak ^^) di link ini.

Bahan:
350 ml air
5 gram katsuobushi (saya ganti pakai nori karena gapunya dan gak nemu katsuobushi)
120 ml susu cair (saya pakai yang low fat :p, adanya di rumah cuma itu)
2 butir telur
150 gram terigu protein rendah
1 sendok teh baking powder (bisa di skip kalau ga suka bahan tambahan makanan)
1/2-1 sendok teh kaldu bubuk (saya skip, ga pernah make kaldu bubuk)
gurita yang sudah direbus dan dipotong kecil-kecil (yang saya gak direbus dulu, kelupaan :p), yang versi sosis tinggal ganti pakai sosis

untuk topping:
mayonaise, saus sambal/tomat, dan katsuobushi (lagi-lagi katsuobushi saya ganti pakai nori) secukupnya untuk taburan

cara membuat:
- air dan katsuobushi (atau nori) direbus sampai mendidih dengan api kecil, setelah mendidih lalu biarkan hingga 5 menit, matikan api, dinginkan dan saring.
- tuangkan susu cair, aduk rata
- tambahkan kaldu bubuk (saya lewat karena gak pakai)
- telur dikocok lepas, lalu dimasukkan kedalam campuran susu
- di wadah lain, aduk rata terigu dan baking powder
- tuang bahan cair campuran susu kedalam wadah terigu, aduk rata, lalu saring agar tidak ada terigu bergerindil
- siapkan cetakan takoyaki/poffertjes/telur bulat, panaskan dan olesi dengan margarin
- setelah panas, tuang adonan kedalam cetakan hingga penuh, beri gurita/sosis
- saat pinggiran sudah mulai terbentuk/mengeras, balik adonan. Kalau gak bulat, bisa ditambahkan lagi adonan kedalam cetakan setelah dibalik, lalu dibalik lagi.
-masak hingga matang dan agak kering bagian luarnya, lalu angkat
- hidangkan dengan cara ditata diatas piring, beri topping mayonaise dan saus, beri taburan katsuobushi/nori.

Tara....

Friday, July 3, 2015

Sepeda, silaturahmi, dan ukhuwah

2

Sejak udah gak nge-kost lagi, main sepeda jadi salah satu aktivitas yang terasa lebih ringan. Ya gimana gak lebih ringan, track bersepeda saya di sekitar kost (di Bandung) penuh dengan tanjakan curam berasa uphill dan downhill pakai folding bike, sekarang (di Tangerang) jadi jalan yang relatif datar, hehehe. Dengan track yang lebih mudah ini, destinasi dan durasi jalan-jalan pakai sepeda bisa jadi lebih bervariasi.

Selama sekitar sebulan ini, track favorit saya adalah jalan yang dulu sering saya lewati sewaktu kecil, misalnya jalan ke SD tempat saya dulu sekolah dan komplek perumahan di sekitarnya. Setiap melewati jalur ini, selalu ada memori yang terputar satu persatu membuat saya bernostalgia, hahaha. Sekolah saya dulu terletak di dalam komplek departemen kehakiman, berjarak sekitar 700-1000 m dari rumah, yang dulu biasa ditempuh naik becak, jalan kaki, atau bersepeda. Teman-teman SD mayoritas bertempat tinggal di komplek tersebut, hanya sedikit yang berasal dari luar komplek seperti saya.

Dalam perjalanan dari rumah ke sekolah atau sebaliknya, ada banyak rumah teman-teman SD yang akan dilalui. Dulu sewaktu kecil, kakak saya kadang protes kalau jalan sama saya, capek menjawab sapaan katanya, karena sepanjang perjalanan itu biasanya selalu saja ada yang memanggil nama saya untuk menyapa, mulai dari ibu-ibu, teman sebaya, sampai bocah bocah cilik. Hahaha, udah bakat seleb waktu kecil, gimana dong ya? *kibas jilbab* *gak sadar diri, doh, lupakan, lupakan*

Tapi itu dulu, sebelum negara api menyerang *emangnya ini kisah avatar? Plak*. Saat ini, sudah banyak kondisi yang berbeda. Sudah banyak teman-teman yang pindah tempat tinggalnya. Kadang-kadang kalau lagi beruntung, saat bersepeda sore saya bertemu sama teman TK atau SD yang baru pulang kerja. Lain waktu, saya melewati teman SD yang anaknya udah dua, lalu berkata pada saya "anak gue udah dua, kenapa lu masih main sepeda aja?" Jyahahaha... iya juga sih. Di hari lain, saya mencoba berpikir keras mengingat-ingat orang yang saya lewati tadi itu teman TK saya atau bukan dan namanya siapa.

Pernah juga beberapa kali saya mencoba menelusuri dimana rumah beberapa guru yang dulu saya tau, tapi saya gagal menemukannya karena lingkungan di sekitar yang sudah sangat jauh berubah. Dan di suatu pagi, saya menyapa seorang bapak yang sedang jalan-jalan pagi mendorong stroller cucu nya, beliau adalah pemilik rumah yang pernah saya minta bunga sepatunya untuk tugas IPA karena saat itu saya lupa membawa bunga dari rumah, hahaha.

Dalam rangka jalan-jalan pakai sepeda ini pula, saya bisa mengunjungi rumah saudara-saudara. Dari kunjungan le rumah saudara yang sendtulnya hanya sekalian lewat inilah saya kadang pergi dengan bekal kosong, pulang bawa jinjingan makanan. Hikmah silaturahmi, dapat rejeki, hahaha (gak diniatin dapat jinjingan padahal). Yaah.. kegiatan bersepeda ini, anggap saja sebagai jalan-jalan sambil mempererat silaturahmi ke saudara dan menguatkan ukhuwah dengan kenalan lama. Menyelam sambil minum air, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. :p

Yuk gowes :D