Tuesday, October 30, 2012

Catatan Kecil untuk Remaja

0


Pada  sebuah perjalanan dari rumah menuju pool bus AKAP, di dalam angkutan kota..
Empat orang remaja tanggung sekitar usia awal belasan mengobrol dengan asyik di angkutan tersebut. Mobil angkutan yang saat itu lengang membuat mereka leluasa mengobrol dengan suara nyaring. Suara senyaring itu cukup untuk membuat penumpang lain di dalam angkutan bisa mendengar apa yang mereka bicarakan tanpa perlu mencuri dengar. Mulanya, tak ada yang menarik dari percakapan mereka karena topik yang dibicarakan hanya seputar rencana jalan-jalan di pusat perbelanjaan, menonton film layar lebar, dan seputar tempat keramaian lain. Hingga akhirnya, kalimat-kalimat berikut terucap,
A: "Iya, males banget sama nyokap gue, pelitnya minta ampun. Gue minta uang buat beli sepatu gak dikasih"
B: "Emang mau beli sepatu apaan, lo?"
A: "Sepatu basket lah, kemaren gue liat di toko X, mall Y, ada keluaran sepatu basket baru"
C: "Emang lo bisa main basket?"
A: "Belom bisa, sih, tapi udah ga jaman lah sekolah pake sepatu keds. Cuma 700 ribu doang gitu"
D: "Iya, nyokap-bokap gue juga pelit, masa tadi gue mau brangkat nonton cuma dikasih 70ribu"
___
Uang-uang itu, adalah nominal yang besar bagi para pekerja keras. Sejumlah uang yang mereka awali dengan kata 'cuma' itu, bagi orang yang bekerja mengumpulkan pundi-pundi rupiah tentulah bukan sekedar cuma. Para pekerja tau, betapa berharganya sepuluhribu rupiah. Orang yang berusaha membanting tulang mencari penghidupan tau, bagaimana sulitnya menggenapkan uang 'receh' menjadi seribu.
 Tapi bagi orang yang tak merasakan kerja keras untuk mengisi perut agar tetap hidup, nominal itu tidak bermakna selain untuk habis dalam transaksi. Bagi orang-orang yang hanya perlu meminta dan menyebutkan jumlah yang diinginkan, uang dengan jumlah tersebut begitu kecil untuk segera ditukar dengan kepuasan.
 Dik, yang dilakukan orangtuamu bukanlah sikap pelit terhadap buah hatinya. Kalaulah bisa, orangtuamu tentu ingin memenuhi semua yang kau pinta. Tapi mungkin, saat kau meminta sejumlah uang itu, Ibumu sedang berpikir, bagaimana agar uang yang diberi ayah untuk hidup sehari-hari ini cukup. Ibumu mungkin saat itu sedang berpikir, bagaimana caranya agar keluarga ini bisa tetap makan besok, besoknya lagi, dan hingga uang halal lain datang lagi. Ibumu saat kau meminta uang itu, mungkin sedang berpikir, dimana keluarga ini akan tinggal jika besok tak bisa membayar kontrak rumah. Ibumu ketika itu sedang berfikir bagaiman aagar baiya sekolah tetap bisa dibayar, dan agar uang sakumu tetap ada.
 Dik, sekalipun orangtuamu mampu memenuhi semua yang kau pinta. Percayalah, kata tidakboleh itu bukan karena pelit. Tidakboleh itu ada karena kedua orangtuamu ingin kau belajar, bahwa tak semua yang diinginkan dapat dicapai. Tapi Tuhan akan memberi apa yang dibutuhkan hamba-Nya, maka orangtuamu mendidikmu dengan menolak keinginan yang tak berdasar kebutuhan. Kedua orangtuamu bukan ingin berlaku seperti Tuhan, tapi mereka menyadari bahwa anak adalah titipan, amanah dari Tuhan yang ketika dikembalikan tentunya harus dalam keadaan sebaik mungkin. Ayah dan Ibu, menyayangimu dengan menghindarkanmu dari ketidak-manfaatan peringai dunia.
 Dik, saat orangtuamu bertemu dengan teman-teman mereka, kadang mereka membicarakan kita, anaknya.  Apa yang saling mereka ceritakan tentang anak-anaknya? Kebaikan dari masing-masing anak. "Anak saya si A sekarang alhamdulillah sudah SMA, di sekolah B". "Anak saya kemarin Alhamdulillah sudah lancar membaca". "Anak saya yang besar sekarang alhamdulillah sudah bekerja". Lihatlah, pantaskah kita membalas penuturan manis mengenai diri kita itu dengan mengata-ngatai mereka di tempat umum dengan sebutan yang tak baik? Pelit, galak, gak ngerti kebutuhan anak muda, kolot, kuno, pantaskah ditujukan kepada mereka?
 Saat kita-yang merasa muda- ingin di mengerti, lalu kapan kita akan belajar memahami mereka? Padahal usia mereka semakin senja, dengan kondisi fisik yang tak seprima di masa muda, dan penyakit-penyakit tua mungkin mulai menghampiri keduanya. Begitukah cara kita membalas jasanya?

Sunday, October 21, 2012

-untitled-

0

Salah satu 'mood booster' terbaik adalah.. mendengar suara orangtua di seberang telepon sana.
___
Ayo semangat mengerjakan semua tugas dan kewajiban ini, Diiin!
Laa yukallifullaha nafsan illaa wus'ahaa :)

Saturday, October 20, 2012

Mengingat kematian

0


Tepat satu minggu yang lalu, 13 Oktober 2012, beberapa saat setelah waktu Maghrib, merupakan masa terakhir Nde’ (panggilan untuk Kakak dari Ibu, sepertinya diadaptasi dari Pakde) merasakan kehidupan fana dunia. Beliau wafat di usia sekitar 58 tahun, dengan meninggalkan seorang istri, seorang anak laki-laki, dan tiga orang anak perempuan. Beliau meninggal di rumah sakit, disaksikan oleh begitu banyak sanak family, bahkan anak dan cucu dari Kakek-Nenek saya yang banyak, hanya ada 1 orang cucu Kakek-Nenek yang tidak dapat melihat Nde terakhir kali.
Kematian adalah sebuah kepastian yang tak tertolak. Ini berlaku untuk saya, kamu, dia, mereka, kalian, yah kita semua. Hanya masalah waktu, kan? Kita tidak tau siapa yang akan menghadap Allah lebih dulu. Tua tak jadi jaminan akan berpulang duluan, karena yang muda pun banyak yang mendahului para tetua. Sehat tak jadi garansi hidup masih lama, karena yang sakit berpuluh tahun pun banyak yang didahului oleh yang hidupnya sehat. Waktu kematian adalah rahasia Allah yang terjaga.
Kematian orang lain yang meninggal selagi kita masih diberi kesempatan hidup adalah sebuah alarm, pengingat bahwa kita juga akan berpulang. Pulang ke kampung halaman, semua orang ingin bawa bekal banyak untuk sanak-keluarganya, maka begitu pula seharusnya setiap orang yang berpulang pada Tuhannya, ke tempat asal manusia itu terbuat. Maka, sudah sejauh mana persiapan kita? Sudah cukupkah bekal kita? Padahal kita bisa pulang kapan saja, entah setelah memiliki cucu, atau ketika baru memiliki anak satu, atau kapan tepatnya. Jadi, kapan kita akan bersiap?
Saat ada ajakan mencoba ini-itu, kesana-kemari, bersenang-senang dengan berbagai alasan, sesungguhnya orang yang diajak dan tidak mau itu bukan berarti tak mau bersenang-senang, bukan kelewat serius berpikir. Tapi orang itu mungkin tak ingin, saat Malaikat izrail menunaikan tugasnya, orang itu di tempat keramaian yang tidak memiliki nilai manfaat untuk masa hidupnya di akhirat. Orang itu juga tak mau, kalau kontrak hidupnya itu habis, disaat dia sedang melakukan kegiatan yang tak menambah berat timbangan amal baiknya di hari perhitungan amal, kelak. Orang itu juga tak sanggup, untuk membayangkan betapa dia akan kerepotan menjawab pertanyaan malaikat di dalam kubur nanti, jika kelak ibadahnya, amal, ilmunya tak cukup.
Setiap kematian, hendaknya mengingatkan kita..bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan, ditanyakan lah nanti
untuk apa titipan rizki dari Allah digunakan? untuk kemanfaatan atau pemuas keinginan duniawi semata
apakah setiap bagian jasad ini diberi makan dengan sumber yang halal ataukah haram?
apakah waktu yang diberikan oleh Allah semasa hidup digunakan untuk amalan yang baik, atau yang buruk? untuk yang berpahala, ataukah berdosa? untuk yang bermanfaat, ataukah bahaya?
Kematian juga pengingat.. bahwa seramai dan hingar-bingar apapun kehidupan kita di dunia, lihatlah… dikubur, kita hanya sendiri. Menjawab pertanyaan malaikat kubur hanya ditemani keimanan dan amal.
Mengingat mati adalah mengambil pelajaran, bahwa hakikatnya hidup hanya perlu kata ‘cukup’, bukan lebih. Tak perlulah bermewah dalam hidup kalau tujuannya untuk pemuas, karena sejatinya yang dibutuhkan diri hanya cukup. Semegah apapun rumah di dunia, rumah yang kekal ternyata hanya ‘cukup untuk berbaring satu badan’ saja.
_____
ditulis oleh saya, yang juga masih harus banyak berbekal

akad nikah, in english

2


obrolan random dua wanita single
a: B, B... akad nikah! akad nikah!
b: apaan sih? siapa yang nikah? aku ga ada undangan buat hari ini
a: ituu... akad nikah, bahasa inggrisnya apa?
b: oooh.. solemnization
a: apa? Solemnization?! Tuh, kan.. kalau urusan nikah, B emang paling jago!
b: rrr... -__-" *ngasah sendok, cari es krim*
note: solemnization itu arti sebetulnya sih upacara tradisi gitu, kata kamus :-p tapi banyak dipakai untuk mengistilahkan akad-nikah, terutama di Malaysia

Dahlia

0



Dahlia, hasil beli di Simpang-Dago, Bandung, Rp 7.500 maret 2012
ini pohon bunga pertama saya selama tinggal di kost sebagai mahasiswa :D
saya baru tau, bunga dahlia itu ternyata satu pohon bisa 2 warna bunga, alami bukan sambungan, kaya pohon ini ^^
— tapi skarang udah mati, gara-gara ditinggal di kosan pas libur ke rumah 2 minggu— (T__T)
NB: Maaf, ngedit fotonya lebay, hehehe

Tuesday, October 2, 2012

tentang istiqomah dengan keputusan

0

Saat sudah memilih suatu pilihan dan membuat keputusan..
saat berusaha memantapkan hati dengan keputusan yg dibuat..
godaan datang dengan se-goda-godanya (hehe, gatau padanan kata yang tepat apa)
istiqomah itu emang susah luar biasa,
sampai-sampai dikatakan, 'istiqomah itu lebih baik dari seribu karomah'

beasiswa s2 eropa... sekarang lagi pada open application,
.
.
.
.
#godaankeputusan