Monday, June 18, 2012

Selamat tinggal, pacar tersayang

0

sore ini, gerimis menyapa aspal jalan di depan rumah,
rintiknya sampaikan salam kerinduan pada bumi
syahdu suaranya yang mengusap lara pada muka bumi,
apa kau juga rindu padaku? apakah gerimis dan  salam rindu ini darimu?
Here i'm, standing and waiting for you...

Hehe, kalimat itu kaya orang galau, ya? Oke, saya ngaku.. sedang galau, ditinggal oleh teman sehari-hari.
Kulitnya berwana gelap, tampilannya elok elegan, gagah namun tak jumawa. Badan yang proporsional, tak terlalu kurus tipis, tak juga terlalu gemuk kelebihan bobot. Teman yang setia menemani hari-hari perjuangan selama kuliah, juga pada malam-malam panjang perlu bergadang menyelesaikan deadline tugas. Teman yang tabah dan meneguhkan tatkala diri ini harus membagi pikiran, memutar otak, menyelesaikan beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan. Teman belajar saat jiwa ini haus terhadap ilmu yang sangat jauh berbeda dari apa yang dipelajari di bangku kuliah, teman menelaah yang tangguh saat otak ini mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saintifik, religi, maupun polemik.

Kalaulah istilah "pacar itu diidentikkan dengan sosok yang setia menemani, ada kapanpun saat dibutuhkan, dan dapat diandalkan, maka teman saya ini bisa disebut sebagai pacar saya. Pacar saya ini memang tak punya hati dan perasaan, tapi seringkali dia begitu memahami saya karena dia cerdas dengan otak buatan. Teman saya ini memang tak punya lisan untuk bicara, tapi seringkali dia asik diajak cerita dan jadi pendengar setia. Teman saya ini tidak diciptakan dengan emosi, tapi bisa panas kalau kelamaan menunggu saya mikir dan gak ngobrol-ngobrol sama dia.

Tapi pacar saya ini sudah mati. Pacar saya ini mengorbankan diri saat saya harus memilih, bakti kepada nenek atau tetap bersamanya. Saya ingat detik-detik terakhir hidupnya. Hari itu, saya sedang bersamanya mengerjakan suatu tugas, dan tiba-tiba saya dipanggil oleh Bibi untuk menemani nenek ke rumah sakit. Karena tugas itu mendekati batas waktu pengumpulan, saya mengajaknya ikut menemani nenek ke rumah sakit, tanpa memberinya waktu untuk berkemas dan menggunakan pelindung. Sampai di rumah sakit, saat nenek duduk di kursi rodanya, saya bingung bagaimana dengan nasib pacar saya, bagaimana saya harus mendorong kursi roda sambil membawa pacar saya yang saat itu tidak dilindungi apa-apa, hanya dipegang tangan. Keputusan instan diambil, pacar saya menumpang kursi roda nenek, di bagian belakang, yang ternyata berisi air setinggi beberapa centimeter, dan saya baru menyadarinya ketika pacar saya keluar dari situ. Pacar saya mati, hari itu juga, hanya sinyal baterai yang masih tersisa.

Hei kamu, Aspire 4745G, tenangkah kamu di alam sana? Jasadmu di meja belajar masih kokoh hitam mengkilat, dan saya bingung harus diapakan. Bukankah kamu bilang mau menemani saya sampai wisuda? Sekarang baru selesai semester 6, kenapa sudah harus pergi? TA baru akan dimulai, perjuangan mahasiswa belum usai...

____
saya, yang galau memulai tingkat akhir tanpa pacar setia. Mau beli pacar baru minta ke orangtua kok rasanya gak enak, ya? Mau beli pake uang sendiri tapi lagi gak punya uang, hahaha...


Thursday, June 14, 2012

Dosa Menyebabkan Lupa

0

Imam adh-Dhahhak (wafat th. 102 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidaklah seseorang mempelajari Al-Qur-an kemudian ia lupa, melainkan disebabkan dosa.” Beliau lalu membaca firman Allah,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Asy-Syuura: 30]

Kemudian beliau melanjutkan, “Musibah apakah yang lebih besar daripada melupakan al-Qur-an?”

___________________
___________________
Nemu ini di sebuah artikel, sungguh menohok sekali
ighfirlii yaa robb, sungguh diri ini tak luput dari banyak salah dan lupa.. :'(

sumber kutipan:
http://almanhaj.or.id/content/3277/slash/0