Monday, August 14, 2006

Satu cita-cita dijawab Allah (part 2)

0


... (sambungan dari part 1)
Nah, sekolah yang sekarang ini, yang di kaki Gunung Karang, itu sekolah yang taunya mendadak. Hehe. Jadi begini ceritanya, karena sudah enggak mau sedih dan enggak mau berharap sekolah di asrama lagi, saya enggak memperhatikan poster-poster SMA yang ada di mading SMP. Apalagi, salah seorang adik ibu juga ada yang kayanya cape mendengar cerita saya mencari SMA berasarama, adik ibu bilang kaya begini, "di keluarga kita belum ada yang pesantren, jadi nyari sekolah jauh-jauh juga paling ujung-ujungnya dinni masuk SMA negeri". ahh.. enggak mau! Sedih sebetulnya mendengar yang kaya begitu. Dulu pas lulus SMP, dini minta masuk ke pesantren sama Ibu-Bapak di jawa timur, bilangnya ibu gak tega karena dini masih kecil dan kejauhan, enggak punya saudara di sana. Jadi, keinginan masuk pesantren saya tunda sampai SMA, tapi ternyata masuk pesantren dari SMP negeri rata-rata harus 4 tahun, satu tahun pertama untuk penyetaraan bahasa sama ilmu agama atau yang lainnya. Dini gak mau SMA 4 tahun, tapi dini mau masuk sekolah yang belajar agama juga, makanya milih sekolah berasrama. 

Sampai suatu hari, saya baca koran tentang pendidikan Banten dan disitu disebut sebuah nama sekolah "SMA Unggulan Banten". Karena penasaran, saya ke warnet, nyari websitenya tapi gak ada websitenya. Akhirnya saya pikir kalau sekolah itu tuh enggak terkenal, orang saya aja baru denger. Tapi-tapi-tapi, enggak tau kenapa hari itu jadi rajin ke mading lagi, buat liat nilai TO se-kota kalo gak salah, terus merhatiin satu poster yang nama sekolahnya enggak terkenal: SMA Negeri Cahaya Madani Banten Boarding School. Walah, itu nama sekolah apa jalan kereta? Terus lokasinya di pandeglang, haha pandeglang itu dimana? saya cuma tau pandeglang karena ayah punya mahasiswa kelas jauh di Pandeglang, udah itu tok.

Kebetulannya, ayah saya waktu itu lagi di Pandeglang. Yah sudah, saya telepon ayah untuk liat sekolah yang namanya panjang kaya kereta itu. Ternyata, pas ayah sampai kesana, pendaftaran sekolah itu harus lewat pos dan terakhir berkas harus sampai besoknya. Untung masih punya cadangan legalisir rapot, jadi gak perlu legalisir sore-sore ke sekolah. Sayangnya, stok pas foto saya abis. Walhasil, poto superkilat malam-malam, ngobrak-ngabrik berkas sejenis akte, kartu keluarga, rekening listrik, hectic pokoknya. Terus subuh-subuh ayah ke kantor pos pandeglang, soalnya berkas pendaftaran harus masuk hari itu dan harus lewat pos.

dan.. sekitar seminggu kalo enggak salah, diumumin di koran siapa aja yang memenuhi persyaratan dan bisa ikut tes tertulis. Wah, banyak juga yang daftar ternyata. Ternyata, sekolah ini dibiayai sama pemerintah provinsi Banten, dari APBD gitu. Dan, sekolahnya khusus untuk putra-putri Banten. Kalau liat peserta test, yang paling sedikit itu dari Kota Tangerang.

Setelah melewati test berkas, akademik, psikotes, praktik ibadah, lisan-wawancara, yang masing-masing pake sistem gugur, Allah mentakdirkan saya keterima. Padahal, saya sempet nangis-nangis ke orangtua untuk gak usah sekolah disini. Dan sempet bingung juga karena udah keterima di SMA 1 Tangerang, sekelas sama banyak temen waktu SMP lagi. Hehe..

ternyata-ternyata, begini cara Allah menjawab cita-cita saya. Saya sekolah di sekolah berasrama, gratis, dan setiap pulang ke rumah, saya naik bus kota. Ada kriteria yang kurang? :D Gak ada!

Terimakasih Allah, terimakasih ibu dan bapak! Semoga dinni betah sekolah disini, jadi anak yang sholehah dan cerdas..

ini foto gedung Lab sekolah, foto ini di ambil pakai kamera handphone, maaf ya kalau jelek hasil foto nya.

Satu cita-cita dijawab Allah (part 1)

0

Bismillahirrohmanirrohim..
halo semua! Sudah lama saya gak buka internet. Maklum, sekarang saya sekolah di kaki gunung. Bukan sekolah doang sih, tapi tinggal disini juga. Soalnya, ini sekolah berasrama atau yang sekarang lagi ngetrend disebut 'boarding school'.

Masuk sekolah berasrama saat SMA, dapat beasiswa, dan bisa naik bus kota untuk bepergian dari rumah ke sekolah adalah cita-cita saya dari TK. Hahaha, enggak tau kenapa, dari TK saya sudah menulis di buku tulis coret-coretan tentang keinginan saya seperti itu. Mungkin, karena waktu kecil ayah saya sering banget sekolah dan beasiswa kali, ya. Hehehe

Kalau kenapa maunya sekolah berasrama, itu ada ceritanya sendiri. Jadi, sejak saya kecil, Ibu saya selalu berpesan pada anak-anaknya, "Ayo jadi anak yang sholeh-sholehah, rajin sholat, ngaji, terus cerdas kaya Ayah, dapat beasiswa, kaya Pak Habibie, bisa bikin pesawat". Walaupun waktu kecil saya enggak tahu siapa itu Pak Habibie, tapi saya nurut. Waktu itu, yang tertanam di pikiran saya adalah: ibu suka anaknya jadi anak yang sholehah dan cerdas, jadi harus rajin sholat sama ngaji biar disayang ibu. Kalau mau jadi anak cerdas, harus dapat beasiswa dan kaya Pak Habibie.

Masih cerita masa kecil saya. Nenek dari ibu, punya banyak cucu. Salah satu cucu yang sering nenek ceritakan ke orang-orang adalah cucu laki-laki dari anak tertua nenek, saya memanggilnya aa Kiki. Aa Kiki ini yang paling sering nenek sebut-sebut kalau lagi ketemu orang dan ditanya tentang cucu nya. Aa Kiki ini, pinter banget, dapat juara kelas terus, dan masuk SMP 1, begitu kata nenek saya dan orang-orang tentang aa Kiki. Ini nampaknya jadi salah satu cikal bakal kenapa saya pengen masuk SMP 1, biar disayang nenek kaya aa Kiki, hehehe. Oya, meski cucu nenek cukup banyak, saya termasuk cucu yang sering ikut nenek sama kakek pergi. Nah, ada sebuah sekolah berasrama di Tangerang yang waktu saya kecil, nenek selalu bilang kalau itu adalah sekolah milik Pak Habibie. Berhubung pola pikir anak kecil saya itu polos, imut dan lugu, saya jadi berpikir seperti ini: Ibu kepengen anaknya sholeh dan cerdas. Cerdas itu kaya Pak Habibie. Jadi, saya juga harus sekolah di sekolah Pak Habibie biar bisa kaya Pak Habibie.

Nah, sudah jelas, kan, kenapa cita-cita waktu kecil saya itu kepengen sekolah berasrama dan gratis/dapat beasiswa? Kalau tentang naik bus kota, itu mah tambahan imajinasi anak kecil yang terus melekat belasan tahun bareng mimpi aja, hehehehe.

Awalnya, saya mau sekolah di sekolah yang orang-orang bilang sekolah Pak Habibie padahal sekarang udah bukan punya Pak Habibie itu. Tapi, kondisi keuangan keluarga pasca operasi ayah tahun lalu gak memungkinkan untuk sekolah disitu. Mahal banget, kata ayah, mending di SMA yang gak mahal tapi bagus, biar nanti pas kuliah ayah ada uangnya. Sempet sedih sih, karena gak sekolah di sekolah Pak Habibie. Tapi, kalau dipikir-pikir, (baru kepikiran sih) sekolah itu tuh gak menjawab cita-cita saya, karena gak beasiswa dan kalau sekolah disitu gak bisa naik bus kota dari atau ke rumah. Lagian juga, sekolah itu kan bukan sekolahnya Pak Habibie. Dari internet, katanya Pak Habibie itu sekolahnya di Bandung, dan Pak Habibie sekarang udah gak di sekolah itu lagi, sekolahnya udah punya negara karena berstatus negeri.

Saya juga pernah tes di sebuah sekolah berasrama di Cikarang. Tes disitu karena ada kaka kelas SMP yang dapat beasiswa disitu. Kalau dapat beasiswa disitu, berarti kan bisa terpenuhi tiga hal dari cita-cita: sekolahnya berasrama, gratis, dan bisa naik bus kota. Tapi-tapi-tapi... waktu awal daftar kan saya udah nanyain beasiswa, katanya ada, makanya tetep daftar. Eh, pas udah keterima ternyata beasiswanya enggak ada lagi mulai angkatan yg baru ini. Kalau yang ini, saya gak sedih karena gak jadi sekolah disitu, tapi saya sedih karena waktu daftar kesitu pakai uang tabungan saya, terus ayah jemput saya ke sekolah itu pas abis tes.. padahal ayah masih belum pulih abis operasi. Ayah udah bela-belain sakit-sakit, jauh-jauh, ternyata jadinya malah begitu. Kasian ayaaaah :-(

karena kepanjangan.. bersambung ke bagian 2 aja, ya..